Dior Dior Dior

Peringatan Menteri LH: Eksploitasi Air Tanah Picu Penurunan

Dior

SURABAYA – Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq memperingatkan bahwa eksploitasi air tanah secara berlebihan menjadi penyebab utama penurunan muka tanah di sepanjang pesisir Pulau Jawa. Fenomena ini kini semakin mengkhawatirkan karena amblesan tanah tercatat mencapai 10–15 sentimeter, membentang dari ujung barat hingga timur Pulau Jawa.

baca juga : Musim Hujan Tiba Lebih Awal, Pemkot Surabaya Gencarkan

Dior

“Mulai dari sekarang yang lagi viral, Aqua yang tidak dari air pegunungan konon katanya, dan memang pengambilan air tanah yang eksploitatif benar-benar menurunkan muka tanah kita, paling tidak di sepanjang pesisir Pulau Jawa,” tegas Hanif dalam Forum Rektor Lanjutan Kolaborasi KLH dengan Perguruan Tinggi di Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Dampak Serius bagi Wilayah Pesisir

 

Hanif menjelaskan, penurunan muka tanah yang diakibatkan eksploitasi air tanah tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir. Banyak daerah kini menghadapi risiko banjir rob dan kerusakan infrastruktur akibat permukaan tanah yang terus menurun setiap tahun. Kondisi tersebut semakin kritis karena beriringan dengan kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim global.

Menteri LH Ingatkan Penurunan Muka Tanah Akibat Eksploitasi Air

“Jika kondisi ini dibiarkan, wilayah pesisir Pulau Jawa bisa mengalami kehilangan daratan dalam skala besar. Karena itu, pengendalian eksploitasi air tanah harus menjadi prioritas nasional,” ujar Hanif menegaskan.

Perlunya Pendekatan Multidisiplin

 

Menghadapi tantangan kompleks tersebut, Hanif mendorong keterlibatan aktif dunia akademik. Ia menilai peran para ahli dari berbagai disiplin ilmu sangat penting untuk merumuskan kebijakan berbasis riset yang cepat dan tepat sasaran.

 

“Hari ini, di tengah-tengah upaya Bapak Presiden meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga lebih dari 8,3 persen, integrasi hasil kajian ilmiah menjadi hal yang sangat mendesak. Kajian-kajian itu harus segera diubah menjadi dokumen kebijakan yang bisa diimplementasikan,” paparnya.

Penguatan Pusat Studi Lingkungan Hidup

 

Sebagai langkah konkret, Hanif mendorong penguatan peran Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) di berbagai universitas. Ia berharap kolaborasi antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dapat memperluas cakupan riset dan memberikan kontribusi nyata terhadap perumusan kebijakan lingkungan di tingkat pusat maupun daerah.

 

“PSLH harus menjadi motor riset kebijakan lingkungan. Dengan dukungan perguruan tinggi, kita bisa memastikan kebijakan pengelolaan sumber daya alam berjalan seimbang antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan,” ungkap Hanif.

Fokus pada Kualitas Lingkungan

 

Selain isu penurunan muka tanah, Hanif juga menyoroti persoalan mutu udara, kualitas air sungai, dan ancaman mikroplastik. Ia menekankan pentingnya pendekatan ilmiah yang terintegrasi agar pembangunan ekonomi tidak merusak daya dukung lingkungan, khususnya di wilayah pesisir yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

baca juga : Perempuan Meninggal Diduga Tertemper Kereta di Waru Sidoarjo

“Ke depan, semua kebijakan lingkungan harus berbasis data ilmiah dan hasil kajian lapangan. Kita tidak boleh lagi mengambil keputusan tanpa dasar penelitian yang kuat,” tutup Hanif.

 

Dengan langkah kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan kelestarian lingkungan, demi masa depan yang lebih berkelanjutan.

Dior